. ♥ Home Sweet Home ♥: 05/09/11

Pages

Senin, 09 Mei 2011

Selisihi Nafsumu

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 21.29 0 komentar
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah pernah mengatakan, “Sesungguhnya setan tidak memiliki pintu masuk ke dalam dada manusia selain dari pintu nafsu. Setan senantiasa mengintai manusia, kiranya dari arah mana ia bisa masuk, lalu merusak hati serta amalan hamba tersebut. Namun setan tidak mendapati pintu masuk dan tidak pula ia dapati jalan menuju ke sana selain dari nafsunya. Lalu setan pun ikut dalam arus nafsu tersebut sebagaimana ikut larutnya racun dalam aliran darah di setiap urat-urat”.[1]
Kewajiban setiap hamba ialah memerangi setan dengan cara meninggalkan seruan nafsunya. Sesungguhnya setan tak akan berpisah dari nafsu seseorang. Seorang hamba juga harus memerangi setan dengan mengekang nafsunya, dengan senantiasa menghakiminya dalam setiap urusan secara mutlak. Berhenti sejenak setiap hendak melakukan setiap urusan agar jangan sampai ada tersisa sedikit pun bagian bagi nafsu saat ia harus berbuat atau meninggalkan sesuatu.
Ibnu Qoyim al-Jauziyah juga mengatakan, ”Sesungguhnya setan itu tatkala mendapati pada diri seorang hamba kelemahan semangat, rendahnya kemauan, serta kecenderungannya terhadap nafsu, ia akan sangat mengharapkan hamba tersebut sehingga ia pun merasukinya dan membelenggunya dengan belenggu nafsu. Dan setan itu akan menghalaunya ke arah mana yang ia kehendaki. Sedangkan tatkala setan mulai merasakan munculnya semangat yang kuat, kemuliaan jiwa, serta ketinggian kemauan, ia tidak lagi berharap pada hamba tersebut selain hanya sekedar serobotan dan mencuri-curi (kesempatannya).”[2]
Ini bukan berarti bahwa manusia tidak boleh bernafsu sama sekali. Tetapi hendaknya ia memalingkan nafsunya menuju sesuatu yang bermanfaat baginya dan untuk menunaikan sesuatu yang dikehendaki oleh Robbul‘alamin Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga ia pun terhindar dari memperturutkan nafsunya dalam bermaksiat kepada Alloh Azza wa Jalla.
Memang, seharusnya segala sesuatu yang ada pada diri seseorang itu tidak dipergunakan selain Lillahi Ta’ala, untuk menaati Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga Dia Subhanahu wa Ta’ala pun memeliharanya dari kejelekan penggunaan nafsu bagi dirinya dan setan.  Dan sesuatu yang tidak dipergunakan Lillahi Ta’ala maka berarti ia telah menuruti nafsunya.
Ilmu pun bila tidak Lillahi Ta’ala berarti hanya untuk nafsu dan demi nafsu semata. Sebagaimana amalan bila bukan Lillahi Ta’ala maka demi pamrih, riya’, dan kemunafikan semata. Begitu juga harta bila tidak diinfakkan di jalan ketaatan kepada Alloh Azza wa Jalla, maka ia hanya diinfakkan untuk menaati nafsu dan setan semata. Kebesaran seseorang di hadapan manusia bila tidak dia gunakan untuk memenuhi perintah Alloh maka ia hanyalah memenuhi perintah nafsu dan mengenyangkannya semata. Kekuatan dan tenaga bila tidak dicurahkan untuk menunaikan ketaatan kepada Alloh maka ia hanya akan dicurahkan untuk bermaksiat kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, barang siapa yang telah membiasakan nafsunya untuk beramal Lillahi Ta’ala niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu tersebut selain beramal kepada selain-NyaAzza wa Jalla.  Sebaliknya siapa saja yang terbiasa menuruti kemauan nafsunya, maka tidak ada seuatu yang lebih berat bagi nafsu tersebut selain beramal ikhlas Lillahi Ta’ala. Itulah kenyataan para penyembah nafsu.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (QS al-Furqon: 43)
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٢٣)
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS al-Jatsiyah: 23)
Menyelishi nafsu hanya bisa dilakukan atas dasar cinta yang besar kepada Alloh, berharap balasan pahala di sisi-Nya, dan takut dari ditutupnya tabir serta azab dari-Nya.
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى   .فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Dan ada pun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). (QS an-Nazi’at: 40-41)
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah mengatakan, ”Maka nafsu itu mengajak menuju penyelewengan dan mementingkan kehidupan dunia, sedangkan Robb Subhanahu wa Ta’alamenyeru hamba-Nya menuju rasa takut kepada-Nya dan melarang setiap diri dari menuruti nafsu. Sementara hati itu berada di antara dua seruan tersebut, sesekali cenderung ke seruan yang ini, dan sesekali cenderung ke seruan yang itu. Ini adalah benar-benar ujian. Dan AllohAzza wa Jalla telah menyifati jiwa di dalam al-Qur’an dengan tiga sifat; muthmainnah,ammaroh bissuu’, dan lawwamah. Artinya: tenang, menyuruh perlakuan keji, dan berkeluh kesah.” [3]
Seseorang yang takut akan keagungan dan kebesaran Robbnya tentu tidak akan berbuat maksiat. Seandainya Alloh menakdirkan ia melakukannya sebab sifat lemah yang dimiliki oleh sifat kemanusiaannya, rasa takutnya akan segera membelokkannya menuju penyesalan yang sangat, istighfar, dan taubat kepada-Nya, sehingga tetap saja ia berada di dalam ketaatan.
Menahan nafsu merupakan titik pusat yang menguasai area ketaatan. Sementara nafsu ialah pendorong utama menuju setiap penyelewengan, melampaui batas, serta kemaksiatan. Ia juga merupakan sumber petaka dan kejahatan, yang sangat langka seseorang menuai keduanya selain dari sebab nafsunya. Maka, tidak seperti kebodohan yang mudah diatasi. Nafsu yang diperturutkan, setelah seseorang berilmu, merupakan petaka bagi dirinya. Butuh terapi yang sungguh-sungguh dan kurun waktu yang tidak singkat dalam mengobatinya.
Sedangkan takut dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala merupakan benteng yang kokoh dalam menghadapi nafsu yang menggebu-gebu. Dan betapa sedikitnya sesuatu yang bisa tetap kokoh menghadapi nafsu selain rasa takut ini. Oleh sebab itulah Alloh Azza wa Jallamneyebutkan keduanya dalam satu ayat tersebut di atas. Perhatikanlah, bahwa Dzat yang berfirman di sini ialah Alloh Subhanahu wa Ta’ala, Sang Pencipta nafsu, Yang Mahatahu penyakit-penyakit dan bahayanya, Yang Mahatahu penjinak dan obatnya. Dia Subhanahu wa Ta’ala saja Yang Mahatahu di mana nafsu-nafsu itu akan bisa tenang dengan obat-obat penawarnya.
Alloh Azza wa Jalla telah memebebankan setiap manusia agar menahan diri dari nafsunya, menahan dengan kegigihannya. Dan agar ia memohon pertolongan dengan rasa takut kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yaitu rasa takut dari kebesaran dan keagungan Robbnya Yang Mahaagung. Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan Surga sebagai tempat kembali dan pahala bagi siapa saja yang berjihad melawan nafsunya. Yang demikian itu sebab AllohAzza wa Jalla Mahatahu kebesaran jihad ini, Mahatahu betapa tinggi nilainya dalam mentarbiyah jiwa manusia dan melempangkannya serta mengangkatnya menuju derajat kemanusiaan yang diridhoi oleh-Nya Subhanahu wa Ta’alaWallohulmuwaffiq.
_

[1] Roudhotul muhibbin wanuzhatul musytaqin, Ibnu Qoyim al-Jauziayah, Darul kutub al-ilmiyah, 1412 H, hlm. 474
[2] Ibid
[3] Ighotsatul lahafan, Ibnu Qoyim al-Jauziyah, Darul ma’rifah, 1395, I/75

Para Salaf dan Nasihat

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 21.12 0 komentar
Alloh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
Maka Sholih meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Robb-ku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” (QS. al-A’rof [7]: 79)
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):
“Sesungguhnya agama adalah nasihat, agama adalah nasihat, agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya: “Untuk siapa, wahai Rosululloh?” Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Alloh, demi al-Qur’an, demi Rosul-Nya, demi para pemimpin kaum muslimin, dan demi kaum muslimin seluruhnya.” (HSR. Abu Dawud: 4944, an-Nasa’i: 4199, dishohihkan oleh al-Albani)
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (artinya):
“Hak seorang muslim atas sesama muslim di antaranya ada enam hal; ……dan apabila ia meminta nasihat maka nasihatilah ia…” (HR Muslim: 2162)
Dari Isma’il berkata: “Telah bercerita kepadaku Qois bin Abi Hazim dari Jarir bin Abdillahrodhiyallohu’anhu berkata; ‘Aku berbai’at kepada Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallamuntuk tetap setia di atas menegakkan sholat, menunaikan zakat, serta menasihati setiap muslim.” (HR. Bukhori: 57 dan Muslim: 56)
Di antara hikmah para salaf ialah sikap mereka terhadap nasihat. Mereka saling menasihati. Mereka lapang menerima nasihat.
Dari Muhammad bin Manshur dari Ali bin Madini dari Sufyan berkata: “Tholhah mendatangi Abdul Jabbar bin Wail. Tatkala itu dia berada bersama manusia. Lalu Tholhah pun merahasiakan (sesuatu) kepadanya lalu pergi. (Setelah Tholhah pergi) Sufyan berkata: “Apakah kalian tahu apa yang telah dia katakan kepadaku? (Tholhah) telah mengatakan (kepadaku): ‘Kemarin aku melihatmu sedang menoleh sedangkan kamu dalam keadaan sholat.’” (Roudhotul Uqola’, Ibnu Hibban, hlm. 197)
Dari Ibnul Mubarok berkata: “Dahulu seseorang (para sahabat) apabila melihat pada saudaranya terdapat hal yang tidak ia sukai ia pun memerintahkannya atau melarangnya dengan sembunyi, sehingga dia diberi pahala atas rahasia dan larangannya (dari sesuatu yang tidak disenangi). Adapun hari ini, apabila seseorang melihat apa yang ia tidak sukai, ia membuat marah saudaranya dan ia sebarkan aibnya.” (Roudhotul Uqola’ hlm. 197)
Fudhoil bin Iyadh berkata: “Seorang yang beriman akan merahasiakan dan menasihati, sedangkan pelaku maksiat ia akan beberkan (aib) dan akan menjelek-jelekkan.” (Jami’ul Ulum wal Hikam: 77)
Dengan demikian, para salaf sangat beruntung dengan nasihat. Yang lebih tua tidak merasa risih dengan nasihat yang lebih muda. Demikian juga sebaliknya. Dan mereka menerima nasihat dan berterima kasih kepada pemberi nasihat. Tidak sebagaimana hari ini, apabila ada seseorang yang menasihati saudaranya tentulah saudaranya justru akan memperhatikan aib-aibnya untuk dilecehkan dengannya.
Lalu di mana hikmah kita posisinya saat dihadapkan pada hikmah salaf kita?

♥ Sakit Hati, Mengapa terjadi?

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 20.58 0 komentar
Apabila ada tiga cawan, yang satunya kosong belum terisi, yang satunya lagi terisi setengahnya, adapun yang ketiganya telah penuh terisi, kiranya cawan yang mana diantara ketiganya yang masih bisa menerima sesuatu? Jawabannya tentu yang masih kosong dan atau yang masih terisi setengahnya. Adapun yang telah penuh maka tidak mungkin lagi bisa menerima sesuatu. Apabila sebuah cawan kita isi dan terus kita isi, maka akankah cawan itu tetap lapang atau bahkan semakin lapang, atau justru cawan itu akan semakin sempit ruangannya?
Kita sepakat bahwa cawan itu akan semakin sempit saja ruangannya seiring dengan semakin bertambahnya isi yang kita masukkan. Tahukah Antum, bahwa ada cawan yang tidak pernah penuh walau terus diisi? Apabila ada cawan yang meski terus diisi tidak akan semakin sempit ruanganya ialah hati.
Hati yang lembut semakin diisi dengan iman dan dengan ilmu yang bermanfaat justru semakin luas dan semakin lapang menghadapi segala sesuatu. Berarti sebaliknya, apabila hati yang lembut ini semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat pasti ia menjadi semakin sesak lagi sempit. Sedangkan sempitnya hati dan sesaknya itulah hakikat sakit hati. Berarti sakit hati akan muncul apabila hati semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat. Dan ia akan muncul apabila hati terus dikotori oleh sesuatu yang mengotori iman dan meracuninya.
Sakit hati sebab kebakhilan
Salah satu contoh racun hati dan pengekang hati ialah sifat bakhil. Kebakhilan memicu sakit hati. Sebab kebakhilan ialah sebuah sifat yang menahan pemiliknya untuk berbuat kebaikan, dan mencegah pemiliknya dari menuanikan setiap ketaatan dan kemuliaan. Oleh karena kebakhilan itu sedemikian maka wajar apabila sifat bakhil ini memicu sempitnya hati dan memicu sakit hati. Wajar apabila bakhil ini menyempitkan dada dan menghilangkan kesabaran. Wajar apabila ia mencegah lapangnya dada dan mengecilkan serta mengerdilkan jiwa dan meneyedikitkan kegembiraan. Sebaliknya ia justru memicu timbulnya banyak gundah dan gulana. Memicu timbulnya kedukaan dan kepenatan. Sehingga tak kuasa lagi ia menunaikan hajat kebutuhannya dan tidak lagi bisa membantu mendapatkan sesuatu yang dicari. Sebab balasan itu setimpal dengan amalan.
Sakit hati sebab kejelekan dan dosa
Di antara perkara yang memicu timbulnya sakit hati ialah banyaknya kejelekan dan dosa-dosa. Perhatikanlah firman Alloh ta’ala berikut ini:
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Alloh itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar: 10)
Pada ayat tersebut Alloh subhanahu wata’ala menyebutkan, sebagaimana pada beberapa ayat semisal lainnya, bahwasannya Dia azza wajalla akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan atas kebajikan-Nya subhanahu wata’ala dengan dua balasan sekaligus, yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Ini berarti bahwa perbuatan baik itu berhak mendapatkan balasan yang disegerakan, dan perbuatan jelek pun akan mendapatkan balasan yang disegerakan, dan memang seharusnya demikian. Bila saja tidak didapati balasan atas orang-orang yang berbuat kebajikan selain dari lapangnya dada dari setiap apa yang mendesak hati sehingga hati tetap luas dan gembira serta merasakan kelezatannya terus menerus bergumul dengan Robbnya subhanahu wata’ala dan terus menerus di dalam ketaatan kepada-Nya azza wajalla, senantiasa berdzikir, menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan-Nya atas ruh dan jiwanya, atas kecintaannya kepada-Nya, juga senantiasa menyebut-nyebut dengan dzikir kepada Robbnya, juga kegembiaraannya pada dzikirnya, maka cukuplah ini merupakan seagung-agungnya kegembiaraan. Bahkan ini lebih agung dibandingkan kegembiaraan seseorang yang didekatkan kepada penguasa atas kekuasaannya sekalipun.
Dan sedangkan apa yang kejelekan dibalas dengannya, berupa sempitnya dada, membatunya hati, buyarnya kehendak hati, kegelapannya dan terpecah belahnya, kegundahan dan gulananya, kedukaan serta ketakutan dan kekhawatirannya sebagaimana inilah yang didapati oleh setiap yang masih memiliki perasaan dan kehidupan, bahkan mungkin ia mendapatinya lebih sangat lagi, semuanya merupakan hukuman yang disegerakan, merupakan neraka dunia dan jahannam yang telah tiba. Inilah hakikat pemicu sakit hati.
Sedangkan menghadap kepada Alloh subhanahu wata’ala, kembali kepada-Nya, rela dengan keputusan qodho’ dan qodar-Nya, penuhnya hati dengan kecintaan kepada-Nya, terbiasa berdzikir menyebut-nyebut-Nya, gembira dan senang dengan mengenal-Nya merupakan pahala yang disegerakan dan surga dunia serta kehidupan yang tidak bisa dinisbatkan kepada sesuatu apapun sampi kepada kehidupan para raja sekalipun. Sehingga hati yang demikia tidak akan pernah dihinggapi sakit dan kesempitan.
Sakit hati sebab berpaling dari mengingat Alloh azza wajalla
Di dalam sebuah ayat Alloh azza wajalla berfirman:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha: 124)
Tentang penghidupan yang sempit dalam ayat ini ada yang menafsirkan artinya ialah adzab kubur. Sedangkan yang lebih tepat maknanya ialah penghidupan yang sempit di dunia serta di alam barzakh sekaligus.
Sesungguhnya orang yang berpaling dari peringatan yang telah diturunkan oleh-Nya subhanahu wata’ala dia berhak mendapatkan sempitnya dada dan kesulitan dan kepenatan hidup. Dia berhak mendapatkan besarnya rasa takut dan kekhawatiran hidup. Dia juga berhak mendapatkan perasaan rakus yang sangat terhadap dunia dan sangat letih dibuatnya. Bahkan ia akan begitu berduka saat tidak mendapatkan dunia. Seluruh rasa ini ada sebelum ia mendapatkan dunia maupun setelahnya. Sama dan tak berbeda. Dia juga akan mendapati kepedihan dan penderitaan pada setiap perasaannya sesuai dengan besar dan kecilnya, sangat dan lemahnya. Yaitu setiap  kepedihan dan penderitaan yang tak lagi bisa dirasakan oleh hati sebab hati telah terlalu lelap dibuai olehnya dan telah mabuk kepayang dibuatnya. Tidak sesaat pun dia terjaga melainkan pasti ia akan merasakan dan mendapati kepedihan tersebut. Maka iapun segera berusaha menghilangkannya dengan mabuk yang serupa untuk kedua kalinya. Demikianlah ia selama dan seiring waktu-waktu dalam kehidupannya.
Bila demikian keadaannya, adakah kehidupan yang lebih sempit dibandingkan kehidupan yang demikian ini? Duhai adakah hati yang lembut yang masih bisa merasakannya?
Sehingga, hati-hati orang-orang yang suka menyimpang dari syari’at Islam yang mulia, meninggalkan sunah Rosululloh, berpaling dari al-Qur’an, hati orang-oang yang lalai dari Alloh, hati orang-orang ahli maksiat benar-benar berada di dalam jahim sebelum masuk di dalam neraka jahimil akbar, jahim yang lebih besar. Sedangkan hati orang-orang yang baik lagi taat, patuh kepada Alloh dan kepada Rosul-Nya berada di dalam kenikmatan sebelum di dalam kenikmatan yang lebih besar. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada di dalam neraka (jahim). (QS al-Infithor: 13-14)
Bagaimana Terapinya?
Tidak ada terapi membahagiakan hati dan memeliharanya dari sakitnya selain dengan iman dan ilmu yang bermanfaat. Yang paling utama ialah iman dengan tauhid yang baik dan ilmu yang baik.
Tidak ada kegembiraan bagi hati, kelezatan serta kenikmatannya, kebaikan serta kelapangannya, selain dengan menjadikan Alloh azza wajalla sebagai tuhannya, penciptanya, Dia saja satu-satunya. Dia azza wajalla yang diibadahi dengan peribadahan di atas puncak apa yang diinginkannya. Dan Dia azza wajalla yang paling dicinta dari seluruh apa saja yang selain-Nya. Begitulah cara membahagiakan hati dan melindungi diri dari sakit hati. Yaitu dengan mengikhlaskan hidup dengan berbagai rona-ronanya hanya untuk Alloh azza wajalla. Dan dengan mengikhlaskan kematian juga hanya demi Alloh azza wajalla.
“Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan semesta alam.” (QS al-An’am: 162)
Semoga Alloh memelihara kita dari jeleknya hati dan dari sakit hati, dan semoga Dia membimbing hati kita menuju ikhlas kepada-Nya pada kehidupan dan kematian kita. Amin.
*****
Dari kitab Syifaul alil, Ighotsatul Lahfan, Madarijus salikin, al-Wabilus Shoyyib dan lainnya, oleh Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah.http://alghoyami.wordpress.com/2011/02/06/sakit-hati-mengapa-terjadi/

Entah Mengapa

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 19.56 0 komentar
Entah Mengapa

Entah apa yang aku rasa..

Terlalu jauh aku menyusurinya..

Terlampau takut untuk menyelami..



Dasar relung hati ini..

Dalam bayang-bayang malam..

Ku sandarkan ragaku yang rapuh..

Dalam lelahnya jiwaku..



Mencoba bertahan..

Bukan tanpa sebab..

Bukan asap tanpa api..

Hati ini terlalu penat..

Tuk mencari yang tak pasti..



Wajah lainku..

Ia terus berbisik kepadaku..

Begitu lihai mencari celah..

Saat jiwa ini sangatlah hampa..



Ketika aku jatuh..

Memaksiati-Nya dalam sendiriku..

Tak ada rasa bersalah..

Seakan tak berbekas dosa..


Ku tahu Engkau melihatku..

Ku percaya neraka itu ada..

Tapi aku terpana dengan amal kebaikanku..

Yang entah mengapa begitu yakin kan hapus semua itu..



Ah !

Bodohnya aku !

Begitu mudah tersipu..

Dalam kenikmatan semu..

Hatiku menjerit sakit..


Tapi entah mengapa..

Tak setetes pun air mata ini jatuh..

Seolah tak ada penyesalan..


Kembali..


Lagi-lagi ku lakukan..

Ikrar taubat yang sejenak berlalu..

Ku lupakan begitu cepat..


Ya Rabb !

Sungguh aku telah menzholimi diri ini..

Dengan kesalahan yang begitu banyak..

Sebanyak bintang yang Engkau ciptakan..


Ya Rabb, Pemilik ‘Arsy !

Yang hati ini berada di dalam genggaman-Mu..

Terimalah taubatku ini..

Hanya Engkau yang tahu ketulusanku..




Selasa Malam, di bulan Juli 2010..

Di rumahku tercinta, Pakjo, Palembang, Tanah Sriwijaya..

Seorang Penuntut Ilmu..

Abu Ahnaf Roni Nuryusmansyah al-Falimbany..
http://ahnaf27.wordpress.com/2010/12/24/entah-mengapa/

♥ SANGGUPKAH AKU MENJAWABNYA?

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 19.42 0 komentar
Sungguh, saat itu akan datang sebagaimana telah sering aku saksikan ia mendatangi orang lain, teman-temanku, tetanggaku, bahkan orang tua atau kerabatku. Sungguh, saat itu tak mungkin kuduga sebagaimana juga mereka tak pernah menduga didatangi olehnya. Sungguh dia akan menjemput aku pergi ke tempat yang tak mampu aku bayangkan, tempat yang tak pernah kembali lagi mereka yang pergi ke sana, tempat yang di sana aku akan dihadapkan dengan pertanyaan.

Sungguh, semua itu benar adanya. Tak ada alasan bagi ku untuk tidak percaya hal itu bakal terjadi, sebagaimana tak ada alasan bagi ku untuk mengingkari adanya Al Khaliq. Juga sebagaimana tak ada alasan bagi ku untuk memungkiri adanya getaran kegelisahan dalam bathinku tatkala aku melakukan perbuatan yang fitrahku mengenalnya sebagai dosa.

Hanya saja. Sanggupkah aku menghadapi itu? Saat di mana aku didudukkan di lubang yang gelap, kemudian datanglah kepadaku dua malaikat mengajukan pertanyaan: Siapa Rabb-mu, apa agamamu, dan siapa nabimu?

Sanggupkah aku menjawabnya?

Apa yang akan aku katakan, ketika ditanya tentang siapa Rabb-ku? Cukupkah kujawab: Rabb-ku adalah Allah Subhanahu Wa Ta'aala? Semudah itukah menghadapi fitnah kubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanamkan dalam jiwaku keyakinan akan adanya Engkau, tertanam pula keyakinan ,bahwa tidaklah segala sesuatu itu ada dan terjadi dengan sendirinya serta tanpa maksud dan tujuan.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: "Mustahil aku akan tersesat dan terjatuh ke dalam kekufuran."? Bolehkah terucap lewat lisanku: "Keberhasilan yang aku peroleh adalah semata-mata hasil prestasiku."? Bolehkah aku beranggapan : "Bahwa tanda keridhaan-Mu adalah dengan terjadinya apa yang terjadi atau berlakunya apa yang hendak aku lakukan."?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: "Alangkah kejamnya Engkau, membiarkan seorang bayi lahir dalam keadaan cacat. Alangkah tak adilnya Engkau, membiarkan pelaku maksiat sejahtera bermandikan kesenangan, sedangkan mereka yang taat dalam keadaan miskin berlumurkan kesengsaraan."

Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun, mengapa sering bathin ini protes manakala aku tertimpa musibah atau doaku tak kunjung terkabul?

Ya, Allah. Ternyata tak ada jalan untuk mengenal-Mu kecuali melalui diri-Mu. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam dalam batinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku segala yang bertentangan dengan kekuasaan-Mu, bertentangan dengan hak-Mu untuk diibadahi, serta bertentangan dengan kemuliaan nama-nama dan sifat-sifat-Mu. Maka, sudahkah aku mengenal segala kekuasan-Mu dan mengakui keesaan-Mu dalam hal mencipta, memiliki, dan mengatur alam semesta ini?

Kemudian, apa yang akan aku katakan ketika ditanya tentang apa agamaku? Cukupkah kujawab: Agamaku Islam? Semudah itukah menghadapi fitnah kubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanam di dalam jiwaku keyakinan akan kesempurnaan agama ini, tertanam pula keyakinan bahwa agama ini disampaikan kepada manusia agar mereka memperoleh kemudahan dan kebahagiaan hidup di dunia - sebelum di akhirat kelak tentunya-.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: "Agama ini tidak realistis, kurang membumi."? Bolehkah terucap lewat lisanku: "Zaman sekarang ini jangankan mencari yang halal, mencari yang haram saja susah."? Bolehkah aku beranggapan: "Semua agama itu baik."?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: "Alangkah enaknya menjadi orang-orang kafir di muka bumi ini, alangkah kunonya agama ini, dan alangkah sempit serta terbatasnya ruang ibadah yang tersedia di sana." Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun mengapa sering bathin ini protes manakala terasa dunia dan segala suguhannya tak memihak kepada ku? Mengapa bathin ini diam saja dan tak sedikitpun tergerak untuk membenci mereka yang menghujat agama ini?

Ya, Allah. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam di dalam bathinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku segala yang bertentangan dengan agama yang mulia ini. Bahkan boleh jadi aku tak mengenal agama ini sebagaimana ia diperkenalkan oleh pembawanya. Boleh jadi aku tak mengenal keseluruhan aturan yang ada di dalamnya. Dan boleh jadi aku telah terjatuh ke dalam perbuatan yang telah mengeluarkan aku darinya.

Kemudian, apa yang akan aku katakan ketika ditanya tentang siapa nabiku? Cukupkah kujawab: Nabiku Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam? Semudah itukah fitnah kubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanam keyakinan dalam bathinku tentang kemuliaan akhlaqnya, sifat amanahnya, dan kejujurannya, tertanam pula keyakinan bahwa dialah Shallallahu 'Alaihi Wasallam teladan terbaik bagi umat manusia.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: "Ada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'aala selain dari yang telah dicontohkan oleh beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam" ? Bolehkah terucap lewat lisanku: "Memelihara jenggot itu jorok, menjilat-jilati jari sehabis makan itu juga jorok, dan poligami itu jahat." ? Bolehkah aku beranggapan: "Mengikuti Sunnahnya itu tidak wajib."?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lupa menyampaikan ini dan itu. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sengaja menyembunyikan risalah, atau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengetahui apa yang baik bagi umatnya. Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun mengapa sering bathin ini protes dan merasa berat dengan apa yang telah ia tetapkan dan contohkan ? Mengapa akal dan hawa nafsu ini sering merasa lebih tahu -tentang baik dan buruk- ketimbang beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam?

Ya, Allah. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam di dalam bathinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku berbagai pengingkaran terhadap kenabian dan kerasulan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Boleh jadi itu bermula dari acuh tak acuhnya aku untuk mengenal nama-nama dan nasab beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan dari kurang minatnya aku membaca serta mempelajari riwayat hidupnya. Akhirnya butalah aku akan sunnah-sunnahnya dan tak mengertilah aku akan misi risalahnya. Dan jadilah aku orang yang hanya ikut-ikutan menyebut namanya tanpa memahami pertanggungjawabannya.

Sanggupkah aku menjawabnya ?

Sungguh, aku akan berhadapan dengan pertanyaan yang jawabnya tak cukup di lisan, tetapi dari dalam keyakinan dan dibuktikan oleh perbuatan. Bukan hasil dari menghafal, tetapi dari beramal.Tak ada yang sanggup menuntun aku untuk menjawabnya kelak kecuali Engkau, Ya Allah. Aku tahu itu dan aku yakin, sebagaimana telah Engkau janjikan:

"Allah Subhanahu Wa Ta'aala meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..." (QS.Ibrahim: 27)

Oleh Al Ustadz Abu Khaulah Zainal AbidinDinukil dari:http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com/5jendela-risalah/sanggupkah-aku-menjawabnya/

♥ Mengapa Hawa Tercipta Saat Adam Tertidur & Hawa Melahirkan Saat Dirinya Terbangun?

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 19.24 0 komentar


Dikatakan bahwa seorang laki-laki jika kesakitan, maka dia akan membenci, sebaliknya wanita, saat dia kesakitan, maka semakin bertambah sayang dan cintanya.

Seandainya Hawa diciptakan dari Adam ‘allaihisallam saat Adam terjaga, pastilah Adam akan merasakan sakit keluarnya Hawa dari sulbinya, hingga dia akan membenci Hawa. Akan tetapi Hawa diciptakan dari Adam saat dia tertidur, agar Adam tidak merasakan sakit, dan tidak membenci Hawa. Sementara seorang wanita akan melahirkan dalam keadaan terjaga, dia melihat kematian ada di hadapannya, akan tetapi semakin bertambah sayang dan cintanya kepada anak yang dilahirkannya, bahkan dia akan menebusnya dengan kehidupannya.

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala menciptakan Hawa dari tulang rusuk bengkok yang tugasnya adalah melindungi qalbu (jantung, hati nurani). Oleh karena itu, tugas Hawa adalah menjaga qalbu. Oleh karena itu, Hawa diciptakan dari tempat yang nantinya akan berinteraksi dengannya. Sementara Adam diciptakan dari tanah, karena dia akan berinteraksi dengan tanah, dia akan menjadi petani, tukang batu, tukang besi, dan tukang kayu.

Adapun seorang wanita, maka dia akan berinteraksi dengan perasaan, dengan hati; dia akan menjadi seorang ibu yang penuh kasih, seorang saudari yang penyayang, seorang putri yang manja, dan seorang istri yang penurut.

Kedokteran modern telah menetapkan bahwa seandainya bukan karena tulang rusuk tersebut pastilah pukulan yang paling ringan yang diberikan kepada jantung akan menyebabkannya rusak dan menuju kepada kematian. Maka Allah menciptakan tulang rusuk tersebut untuk menjaga qalbu. Kemudian Dia menjadikannya bengkok untuk melindungi qalbu dari sisi yang kedua. Oleh karena itu, wajib bagi Hawa untuk berbangga karena dia diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.

Dan wajib bagi Adam untuk tidak berusaha meluruskan tulang yang bengkok tersebut, dikarenakan dia, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, jika seorang laki-laki berusaha meluruskan yang bengkok tersebut dengan serta merta, maka dia akan mematahkannya.

Yang dimaksud dengan kebengkokan tersebut adalah perasaan yang ada pada diri seorang wanita yang mengalahkan perasaan seorang laki-laki.

Maka wahai Adam, janganlah merendahkan perasaan Hawa, dia memang diciptakan seperti itu; dia adalah separuh bagian dari masyarakat sosial yang membangun separuh yang lain. Sekalipun demikian, hampir seorang wanita shalihah bisa menjadi keseluruhan masyarakat sosial tersebut.

Majalah Qiblati Edisi 11 tahun V / Ramadhan 1431 H / Agustus 2010

♥ Setetes Risalah Langit untuk Wanita ♥

Diposting oleh ♥ Sweet Home ♥ di 19.05 0 komentar
"..Lihatlah disana literatur-literatur bertumpuk membahas tentangmu
sebagai makhluk yang berbeda dengan kaum kami. Engkaulah topik yang menjadi inspirasi sekaligus menjadi kuncup-kuncup nan mempesona dalam menggerakkan pena dan tinta para penulis. wahai belahan jiwa kaum kami, pembicaraan tentangmu tidak akan pernah gersang atau pun usang seiring musim silih berganti.." [*]


****

Sepertinya anak kecil tadi[1] menunggu sang ayah keluar dari masjid. Ia berdiri pada jarak kurang dari 5 meter dari pintu masjid, dekat dengan tempat wudhu bagian depan. Umurnya mudah ditebak walaupun secara tak pasti. Setidaknya ia berada pada fase usia anak-anak Play Grup atau Taman Kanak-kanak. .

Ada yang mengagumkan, kawan.

Ingin kuberbicara dengan bidadari kecil ini. Kuucapkan salam. Dia pun memutarkan badannya agar bagian depan tubuh dan mukanya tak berhadapan denganku. Begitu sempurna pakaian yang membungkus dan membalut tubuhnya. Terpolesi pula dengan cadar untuk menutupi wajahnya.

Subhanallah.

Allahu akbar. .

Telah terurai rasa malu wanita-wanita yang memamerkan dan mempertontonkan kecantikannya di luar sana.

Telah tertimbun begitu dalam rasa malu wanita-wanita yang berjalan berlenggak-lenggok di jalan.

Telah tercabik rasa malu wanita-wanita yang berada di akhir zaman ini yang menandakan musim fitnah datang bertandang menggerogoti puing-puing keimanan anak adam.


Wahai saudariku muslimah.

Janganlah engkau mengikis keimanan kami dengan cara bertabarruj.

Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.”[2] 

Tahukah engkau tentang tabarruj itu?

Engkau menampakkan keelokan wajah dan titik-titik pesona tubuhmu di hadapan laki-laki non mahram [3]. Engkau menampakkan betis, lengan, kepala dan rambutmu. Engkau keluar rumah dengan dandanan memikat dan mengundang fitnah [4]. Engkau pampang foto-fotomu di dunia maya ini terlebih dengan senyuman menggoda.

Tak kah engkau sadar bahwa itu semua adalah praktek kemungkaran yang dahsyat menerjang dan melanggar syariat? Tak sadarkah bahwa itu semua menyebabkan murka, siksa dan amarah Allah? Siapkah engkau kedatangan hujan bencana di alam ini?

Saudariku muslimah. . .

Suburkanlah keimanan kami dengan menggantil foto profilmu di dunia maya ini. Jangan seret kami ke arah kemaksiatan yang berujung di neraka.

Mungkin engkau ingin dikatakan cantik sehingga engkaupun tersanjung. Baiklah. Kukatakan engkau itu cantik. Namun apakah perkataan ini merupakan mata air kebahagiaan yang menyirami bunga-bunga keimananmu? Tidak wahai saudariku karena penilaianku hanya fisik semata. Engkau akan cantik dan anggun dengan kemuliaan risalah langit yang kau rengkuh di jalan ilmu.

Saudariku muslimah. .

Hidayah itu amat mahal. Tak terjual di pasar dan jalanan. Pula, hidayah itu mudah beterbangan lalu terurai dan luntur bersama hembusan angin. Karenanya, bergabunglah dengan saudarimu yang shalihah. Mereka telah mendahuluimu dalam hal ilmu dan amal. Nikmati syahdunya hidayah bersama mereka.

Wahai saudariku yang shalihah dan telah mendahului sebagian yang lain dalam ilmu dan amal.
Doakanlah saudarimu agar bisa bergabung dalam kafilah wanita-wanita yang didamba surga. Mereka pun adalah perindu surga dan hendak menginginkan rengkuhanmu. Sertakan mereka dalam setiap sujud yang engkau rebahkan di hadapan Ar-Rahman. . . .

Sekian, Semoga bermanfaat. .
Dari saudara kalian,

Fachrian Cansa Akiera

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ila hailla anta astaghfiruka wa atubu ilaika. . .
_______
Footnote: 


[*]. Lihat tulisanku <<<Saatnya Engkau Tersanjung Bahagia Wahai Muslimah (Mengintip ‘Mawar-Mawar’ Padang Pasir_Part 1) >>> di http://www.facebook.com/note.php?note_id=432278464125

[1]. “Tadi” disini sehabis isya’ (Jum’at 11 Juni 2010) di masjid ‘Aisyah Mataram, Lombok.

[2]. QS. Al-Ahzab: 33

[3]. Poin ini adalah salah satu pengertian tabarruj yang di sebutkan al-Maududi dalam Tafsir Al-Hijab. Lihat keterangan ini dalam kitab Munazharah Mubhijjah Baina Muhajjabah wa Mutabarrijah (edisi terjemahan) oleh Syaikh Ibrahim bin Fathi bin Abd. Al-Muqtadir. Penerbit Amzah, hal. 12

[4]. Lihat penjelasan lengkap tentang hal ini dalam kitab Hiraasatu Al-Fadhilah oleh
Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid. .




 http://www.facebook.com/notes/karena-wanita-ingin-dimengerti/setetes-risalah-langit-untuk-wanita/202989296402938

Selisihi Nafsumu

0 komentar
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah pernah mengatakan, “Sesungguhnya setan tidak memiliki pintu masuk ke dalam dada manusia selain dari pintu nafsu. Setan senantiasa mengintai manusia, kiranya dari arah mana ia bisa masuk, lalu merusak hati serta amalan hamba tersebut. Namun setan tidak mendapati pintu masuk dan tidak pula ia dapati jalan menuju ke sana selain dari nafsunya. Lalu setan pun ikut dalam arus nafsu tersebut sebagaimana ikut larutnya racun dalam aliran darah di setiap urat-urat”.[1]
Kewajiban setiap hamba ialah memerangi setan dengan cara meninggalkan seruan nafsunya. Sesungguhnya setan tak akan berpisah dari nafsu seseorang. Seorang hamba juga harus memerangi setan dengan mengekang nafsunya, dengan senantiasa menghakiminya dalam setiap urusan secara mutlak. Berhenti sejenak setiap hendak melakukan setiap urusan agar jangan sampai ada tersisa sedikit pun bagian bagi nafsu saat ia harus berbuat atau meninggalkan sesuatu.
Ibnu Qoyim al-Jauziyah juga mengatakan, ”Sesungguhnya setan itu tatkala mendapati pada diri seorang hamba kelemahan semangat, rendahnya kemauan, serta kecenderungannya terhadap nafsu, ia akan sangat mengharapkan hamba tersebut sehingga ia pun merasukinya dan membelenggunya dengan belenggu nafsu. Dan setan itu akan menghalaunya ke arah mana yang ia kehendaki. Sedangkan tatkala setan mulai merasakan munculnya semangat yang kuat, kemuliaan jiwa, serta ketinggian kemauan, ia tidak lagi berharap pada hamba tersebut selain hanya sekedar serobotan dan mencuri-curi (kesempatannya).”[2]
Ini bukan berarti bahwa manusia tidak boleh bernafsu sama sekali. Tetapi hendaknya ia memalingkan nafsunya menuju sesuatu yang bermanfaat baginya dan untuk menunaikan sesuatu yang dikehendaki oleh Robbul‘alamin Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga ia pun terhindar dari memperturutkan nafsunya dalam bermaksiat kepada Alloh Azza wa Jalla.
Memang, seharusnya segala sesuatu yang ada pada diri seseorang itu tidak dipergunakan selain Lillahi Ta’ala, untuk menaati Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga Dia Subhanahu wa Ta’ala pun memeliharanya dari kejelekan penggunaan nafsu bagi dirinya dan setan.  Dan sesuatu yang tidak dipergunakan Lillahi Ta’ala maka berarti ia telah menuruti nafsunya.
Ilmu pun bila tidak Lillahi Ta’ala berarti hanya untuk nafsu dan demi nafsu semata. Sebagaimana amalan bila bukan Lillahi Ta’ala maka demi pamrih, riya’, dan kemunafikan semata. Begitu juga harta bila tidak diinfakkan di jalan ketaatan kepada Alloh Azza wa Jalla, maka ia hanya diinfakkan untuk menaati nafsu dan setan semata. Kebesaran seseorang di hadapan manusia bila tidak dia gunakan untuk memenuhi perintah Alloh maka ia hanyalah memenuhi perintah nafsu dan mengenyangkannya semata. Kekuatan dan tenaga bila tidak dicurahkan untuk menunaikan ketaatan kepada Alloh maka ia hanya akan dicurahkan untuk bermaksiat kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, barang siapa yang telah membiasakan nafsunya untuk beramal Lillahi Ta’ala niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu tersebut selain beramal kepada selain-NyaAzza wa Jalla.  Sebaliknya siapa saja yang terbiasa menuruti kemauan nafsunya, maka tidak ada seuatu yang lebih berat bagi nafsu tersebut selain beramal ikhlas Lillahi Ta’ala. Itulah kenyataan para penyembah nafsu.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (QS al-Furqon: 43)
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٢٣)
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS al-Jatsiyah: 23)
Menyelishi nafsu hanya bisa dilakukan atas dasar cinta yang besar kepada Alloh, berharap balasan pahala di sisi-Nya, dan takut dari ditutupnya tabir serta azab dari-Nya.
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى   .فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Dan ada pun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). (QS an-Nazi’at: 40-41)
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah mengatakan, ”Maka nafsu itu mengajak menuju penyelewengan dan mementingkan kehidupan dunia, sedangkan Robb Subhanahu wa Ta’alamenyeru hamba-Nya menuju rasa takut kepada-Nya dan melarang setiap diri dari menuruti nafsu. Sementara hati itu berada di antara dua seruan tersebut, sesekali cenderung ke seruan yang ini, dan sesekali cenderung ke seruan yang itu. Ini adalah benar-benar ujian. Dan AllohAzza wa Jalla telah menyifati jiwa di dalam al-Qur’an dengan tiga sifat; muthmainnah,ammaroh bissuu’, dan lawwamah. Artinya: tenang, menyuruh perlakuan keji, dan berkeluh kesah.” [3]
Seseorang yang takut akan keagungan dan kebesaran Robbnya tentu tidak akan berbuat maksiat. Seandainya Alloh menakdirkan ia melakukannya sebab sifat lemah yang dimiliki oleh sifat kemanusiaannya, rasa takutnya akan segera membelokkannya menuju penyesalan yang sangat, istighfar, dan taubat kepada-Nya, sehingga tetap saja ia berada di dalam ketaatan.
Menahan nafsu merupakan titik pusat yang menguasai area ketaatan. Sementara nafsu ialah pendorong utama menuju setiap penyelewengan, melampaui batas, serta kemaksiatan. Ia juga merupakan sumber petaka dan kejahatan, yang sangat langka seseorang menuai keduanya selain dari sebab nafsunya. Maka, tidak seperti kebodohan yang mudah diatasi. Nafsu yang diperturutkan, setelah seseorang berilmu, merupakan petaka bagi dirinya. Butuh terapi yang sungguh-sungguh dan kurun waktu yang tidak singkat dalam mengobatinya.
Sedangkan takut dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala merupakan benteng yang kokoh dalam menghadapi nafsu yang menggebu-gebu. Dan betapa sedikitnya sesuatu yang bisa tetap kokoh menghadapi nafsu selain rasa takut ini. Oleh sebab itulah Alloh Azza wa Jallamneyebutkan keduanya dalam satu ayat tersebut di atas. Perhatikanlah, bahwa Dzat yang berfirman di sini ialah Alloh Subhanahu wa Ta’ala, Sang Pencipta nafsu, Yang Mahatahu penyakit-penyakit dan bahayanya, Yang Mahatahu penjinak dan obatnya. Dia Subhanahu wa Ta’ala saja Yang Mahatahu di mana nafsu-nafsu itu akan bisa tenang dengan obat-obat penawarnya.
Alloh Azza wa Jalla telah memebebankan setiap manusia agar menahan diri dari nafsunya, menahan dengan kegigihannya. Dan agar ia memohon pertolongan dengan rasa takut kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yaitu rasa takut dari kebesaran dan keagungan Robbnya Yang Mahaagung. Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan Surga sebagai tempat kembali dan pahala bagi siapa saja yang berjihad melawan nafsunya. Yang demikian itu sebab AllohAzza wa Jalla Mahatahu kebesaran jihad ini, Mahatahu betapa tinggi nilainya dalam mentarbiyah jiwa manusia dan melempangkannya serta mengangkatnya menuju derajat kemanusiaan yang diridhoi oleh-Nya Subhanahu wa Ta’alaWallohulmuwaffiq.
_

[1] Roudhotul muhibbin wanuzhatul musytaqin, Ibnu Qoyim al-Jauziayah, Darul kutub al-ilmiyah, 1412 H, hlm. 474
[2] Ibid
[3] Ighotsatul lahafan, Ibnu Qoyim al-Jauziyah, Darul ma’rifah, 1395, I/75

Para Salaf dan Nasihat

0 komentar
Alloh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
Maka Sholih meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Robb-ku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” (QS. al-A’rof [7]: 79)
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):
“Sesungguhnya agama adalah nasihat, agama adalah nasihat, agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya: “Untuk siapa, wahai Rosululloh?” Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Alloh, demi al-Qur’an, demi Rosul-Nya, demi para pemimpin kaum muslimin, dan demi kaum muslimin seluruhnya.” (HSR. Abu Dawud: 4944, an-Nasa’i: 4199, dishohihkan oleh al-Albani)
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (artinya):
“Hak seorang muslim atas sesama muslim di antaranya ada enam hal; ……dan apabila ia meminta nasihat maka nasihatilah ia…” (HR Muslim: 2162)
Dari Isma’il berkata: “Telah bercerita kepadaku Qois bin Abi Hazim dari Jarir bin Abdillahrodhiyallohu’anhu berkata; ‘Aku berbai’at kepada Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallamuntuk tetap setia di atas menegakkan sholat, menunaikan zakat, serta menasihati setiap muslim.” (HR. Bukhori: 57 dan Muslim: 56)
Di antara hikmah para salaf ialah sikap mereka terhadap nasihat. Mereka saling menasihati. Mereka lapang menerima nasihat.
Dari Muhammad bin Manshur dari Ali bin Madini dari Sufyan berkata: “Tholhah mendatangi Abdul Jabbar bin Wail. Tatkala itu dia berada bersama manusia. Lalu Tholhah pun merahasiakan (sesuatu) kepadanya lalu pergi. (Setelah Tholhah pergi) Sufyan berkata: “Apakah kalian tahu apa yang telah dia katakan kepadaku? (Tholhah) telah mengatakan (kepadaku): ‘Kemarin aku melihatmu sedang menoleh sedangkan kamu dalam keadaan sholat.’” (Roudhotul Uqola’, Ibnu Hibban, hlm. 197)
Dari Ibnul Mubarok berkata: “Dahulu seseorang (para sahabat) apabila melihat pada saudaranya terdapat hal yang tidak ia sukai ia pun memerintahkannya atau melarangnya dengan sembunyi, sehingga dia diberi pahala atas rahasia dan larangannya (dari sesuatu yang tidak disenangi). Adapun hari ini, apabila seseorang melihat apa yang ia tidak sukai, ia membuat marah saudaranya dan ia sebarkan aibnya.” (Roudhotul Uqola’ hlm. 197)
Fudhoil bin Iyadh berkata: “Seorang yang beriman akan merahasiakan dan menasihati, sedangkan pelaku maksiat ia akan beberkan (aib) dan akan menjelek-jelekkan.” (Jami’ul Ulum wal Hikam: 77)
Dengan demikian, para salaf sangat beruntung dengan nasihat. Yang lebih tua tidak merasa risih dengan nasihat yang lebih muda. Demikian juga sebaliknya. Dan mereka menerima nasihat dan berterima kasih kepada pemberi nasihat. Tidak sebagaimana hari ini, apabila ada seseorang yang menasihati saudaranya tentulah saudaranya justru akan memperhatikan aib-aibnya untuk dilecehkan dengannya.
Lalu di mana hikmah kita posisinya saat dihadapkan pada hikmah salaf kita?

♥ Sakit Hati, Mengapa terjadi?

0 komentar
Apabila ada tiga cawan, yang satunya kosong belum terisi, yang satunya lagi terisi setengahnya, adapun yang ketiganya telah penuh terisi, kiranya cawan yang mana diantara ketiganya yang masih bisa menerima sesuatu? Jawabannya tentu yang masih kosong dan atau yang masih terisi setengahnya. Adapun yang telah penuh maka tidak mungkin lagi bisa menerima sesuatu. Apabila sebuah cawan kita isi dan terus kita isi, maka akankah cawan itu tetap lapang atau bahkan semakin lapang, atau justru cawan itu akan semakin sempit ruangannya?
Kita sepakat bahwa cawan itu akan semakin sempit saja ruangannya seiring dengan semakin bertambahnya isi yang kita masukkan. Tahukah Antum, bahwa ada cawan yang tidak pernah penuh walau terus diisi? Apabila ada cawan yang meski terus diisi tidak akan semakin sempit ruanganya ialah hati.
Hati yang lembut semakin diisi dengan iman dan dengan ilmu yang bermanfaat justru semakin luas dan semakin lapang menghadapi segala sesuatu. Berarti sebaliknya, apabila hati yang lembut ini semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat pasti ia menjadi semakin sesak lagi sempit. Sedangkan sempitnya hati dan sesaknya itulah hakikat sakit hati. Berarti sakit hati akan muncul apabila hati semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat. Dan ia akan muncul apabila hati terus dikotori oleh sesuatu yang mengotori iman dan meracuninya.
Sakit hati sebab kebakhilan
Salah satu contoh racun hati dan pengekang hati ialah sifat bakhil. Kebakhilan memicu sakit hati. Sebab kebakhilan ialah sebuah sifat yang menahan pemiliknya untuk berbuat kebaikan, dan mencegah pemiliknya dari menuanikan setiap ketaatan dan kemuliaan. Oleh karena kebakhilan itu sedemikian maka wajar apabila sifat bakhil ini memicu sempitnya hati dan memicu sakit hati. Wajar apabila bakhil ini menyempitkan dada dan menghilangkan kesabaran. Wajar apabila ia mencegah lapangnya dada dan mengecilkan serta mengerdilkan jiwa dan meneyedikitkan kegembiraan. Sebaliknya ia justru memicu timbulnya banyak gundah dan gulana. Memicu timbulnya kedukaan dan kepenatan. Sehingga tak kuasa lagi ia menunaikan hajat kebutuhannya dan tidak lagi bisa membantu mendapatkan sesuatu yang dicari. Sebab balasan itu setimpal dengan amalan.
Sakit hati sebab kejelekan dan dosa
Di antara perkara yang memicu timbulnya sakit hati ialah banyaknya kejelekan dan dosa-dosa. Perhatikanlah firman Alloh ta’ala berikut ini:
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Alloh itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar: 10)
Pada ayat tersebut Alloh subhanahu wata’ala menyebutkan, sebagaimana pada beberapa ayat semisal lainnya, bahwasannya Dia azza wajalla akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan atas kebajikan-Nya subhanahu wata’ala dengan dua balasan sekaligus, yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Ini berarti bahwa perbuatan baik itu berhak mendapatkan balasan yang disegerakan, dan perbuatan jelek pun akan mendapatkan balasan yang disegerakan, dan memang seharusnya demikian. Bila saja tidak didapati balasan atas orang-orang yang berbuat kebajikan selain dari lapangnya dada dari setiap apa yang mendesak hati sehingga hati tetap luas dan gembira serta merasakan kelezatannya terus menerus bergumul dengan Robbnya subhanahu wata’ala dan terus menerus di dalam ketaatan kepada-Nya azza wajalla, senantiasa berdzikir, menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan-Nya atas ruh dan jiwanya, atas kecintaannya kepada-Nya, juga senantiasa menyebut-nyebut dengan dzikir kepada Robbnya, juga kegembiaraannya pada dzikirnya, maka cukuplah ini merupakan seagung-agungnya kegembiaraan. Bahkan ini lebih agung dibandingkan kegembiaraan seseorang yang didekatkan kepada penguasa atas kekuasaannya sekalipun.
Dan sedangkan apa yang kejelekan dibalas dengannya, berupa sempitnya dada, membatunya hati, buyarnya kehendak hati, kegelapannya dan terpecah belahnya, kegundahan dan gulananya, kedukaan serta ketakutan dan kekhawatirannya sebagaimana inilah yang didapati oleh setiap yang masih memiliki perasaan dan kehidupan, bahkan mungkin ia mendapatinya lebih sangat lagi, semuanya merupakan hukuman yang disegerakan, merupakan neraka dunia dan jahannam yang telah tiba. Inilah hakikat pemicu sakit hati.
Sedangkan menghadap kepada Alloh subhanahu wata’ala, kembali kepada-Nya, rela dengan keputusan qodho’ dan qodar-Nya, penuhnya hati dengan kecintaan kepada-Nya, terbiasa berdzikir menyebut-nyebut-Nya, gembira dan senang dengan mengenal-Nya merupakan pahala yang disegerakan dan surga dunia serta kehidupan yang tidak bisa dinisbatkan kepada sesuatu apapun sampi kepada kehidupan para raja sekalipun. Sehingga hati yang demikia tidak akan pernah dihinggapi sakit dan kesempitan.
Sakit hati sebab berpaling dari mengingat Alloh azza wajalla
Di dalam sebuah ayat Alloh azza wajalla berfirman:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha: 124)
Tentang penghidupan yang sempit dalam ayat ini ada yang menafsirkan artinya ialah adzab kubur. Sedangkan yang lebih tepat maknanya ialah penghidupan yang sempit di dunia serta di alam barzakh sekaligus.
Sesungguhnya orang yang berpaling dari peringatan yang telah diturunkan oleh-Nya subhanahu wata’ala dia berhak mendapatkan sempitnya dada dan kesulitan dan kepenatan hidup. Dia berhak mendapatkan besarnya rasa takut dan kekhawatiran hidup. Dia juga berhak mendapatkan perasaan rakus yang sangat terhadap dunia dan sangat letih dibuatnya. Bahkan ia akan begitu berduka saat tidak mendapatkan dunia. Seluruh rasa ini ada sebelum ia mendapatkan dunia maupun setelahnya. Sama dan tak berbeda. Dia juga akan mendapati kepedihan dan penderitaan pada setiap perasaannya sesuai dengan besar dan kecilnya, sangat dan lemahnya. Yaitu setiap  kepedihan dan penderitaan yang tak lagi bisa dirasakan oleh hati sebab hati telah terlalu lelap dibuai olehnya dan telah mabuk kepayang dibuatnya. Tidak sesaat pun dia terjaga melainkan pasti ia akan merasakan dan mendapati kepedihan tersebut. Maka iapun segera berusaha menghilangkannya dengan mabuk yang serupa untuk kedua kalinya. Demikianlah ia selama dan seiring waktu-waktu dalam kehidupannya.
Bila demikian keadaannya, adakah kehidupan yang lebih sempit dibandingkan kehidupan yang demikian ini? Duhai adakah hati yang lembut yang masih bisa merasakannya?
Sehingga, hati-hati orang-orang yang suka menyimpang dari syari’at Islam yang mulia, meninggalkan sunah Rosululloh, berpaling dari al-Qur’an, hati orang-oang yang lalai dari Alloh, hati orang-orang ahli maksiat benar-benar berada di dalam jahim sebelum masuk di dalam neraka jahimil akbar, jahim yang lebih besar. Sedangkan hati orang-orang yang baik lagi taat, patuh kepada Alloh dan kepada Rosul-Nya berada di dalam kenikmatan sebelum di dalam kenikmatan yang lebih besar. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada di dalam neraka (jahim). (QS al-Infithor: 13-14)
Bagaimana Terapinya?
Tidak ada terapi membahagiakan hati dan memeliharanya dari sakitnya selain dengan iman dan ilmu yang bermanfaat. Yang paling utama ialah iman dengan tauhid yang baik dan ilmu yang baik.
Tidak ada kegembiraan bagi hati, kelezatan serta kenikmatannya, kebaikan serta kelapangannya, selain dengan menjadikan Alloh azza wajalla sebagai tuhannya, penciptanya, Dia saja satu-satunya. Dia azza wajalla yang diibadahi dengan peribadahan di atas puncak apa yang diinginkannya. Dan Dia azza wajalla yang paling dicinta dari seluruh apa saja yang selain-Nya. Begitulah cara membahagiakan hati dan melindungi diri dari sakit hati. Yaitu dengan mengikhlaskan hidup dengan berbagai rona-ronanya hanya untuk Alloh azza wajalla. Dan dengan mengikhlaskan kematian juga hanya demi Alloh azza wajalla.
“Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan semesta alam.” (QS al-An’am: 162)
Semoga Alloh memelihara kita dari jeleknya hati dan dari sakit hati, dan semoga Dia membimbing hati kita menuju ikhlas kepada-Nya pada kehidupan dan kematian kita. Amin.
*****
Dari kitab Syifaul alil, Ighotsatul Lahfan, Madarijus salikin, al-Wabilus Shoyyib dan lainnya, oleh Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah.http://alghoyami.wordpress.com/2011/02/06/sakit-hati-mengapa-terjadi/

Entah Mengapa

0 komentar
Entah Mengapa

Entah apa yang aku rasa..

Terlalu jauh aku menyusurinya..

Terlampau takut untuk menyelami..



Dasar relung hati ini..

Dalam bayang-bayang malam..

Ku sandarkan ragaku yang rapuh..

Dalam lelahnya jiwaku..



Mencoba bertahan..

Bukan tanpa sebab..

Bukan asap tanpa api..

Hati ini terlalu penat..

Tuk mencari yang tak pasti..



Wajah lainku..

Ia terus berbisik kepadaku..

Begitu lihai mencari celah..

Saat jiwa ini sangatlah hampa..



Ketika aku jatuh..

Memaksiati-Nya dalam sendiriku..

Tak ada rasa bersalah..

Seakan tak berbekas dosa..


Ku tahu Engkau melihatku..

Ku percaya neraka itu ada..

Tapi aku terpana dengan amal kebaikanku..

Yang entah mengapa begitu yakin kan hapus semua itu..



Ah !

Bodohnya aku !

Begitu mudah tersipu..

Dalam kenikmatan semu..

Hatiku menjerit sakit..


Tapi entah mengapa..

Tak setetes pun air mata ini jatuh..

Seolah tak ada penyesalan..


Kembali..


Lagi-lagi ku lakukan..

Ikrar taubat yang sejenak berlalu..

Ku lupakan begitu cepat..


Ya Rabb !

Sungguh aku telah menzholimi diri ini..

Dengan kesalahan yang begitu banyak..

Sebanyak bintang yang Engkau ciptakan..


Ya Rabb, Pemilik ‘Arsy !

Yang hati ini berada di dalam genggaman-Mu..

Terimalah taubatku ini..

Hanya Engkau yang tahu ketulusanku..




Selasa Malam, di bulan Juli 2010..

Di rumahku tercinta, Pakjo, Palembang, Tanah Sriwijaya..

Seorang Penuntut Ilmu..

Abu Ahnaf Roni Nuryusmansyah al-Falimbany..
http://ahnaf27.wordpress.com/2010/12/24/entah-mengapa/

♥ SANGGUPKAH AKU MENJAWABNYA?

0 komentar
Sungguh, saat itu akan datang sebagaimana telah sering aku saksikan ia mendatangi orang lain, teman-temanku, tetanggaku, bahkan orang tua atau kerabatku. Sungguh, saat itu tak mungkin kuduga sebagaimana juga mereka tak pernah menduga didatangi olehnya. Sungguh dia akan menjemput aku pergi ke tempat yang tak mampu aku bayangkan, tempat yang tak pernah kembali lagi mereka yang pergi ke sana, tempat yang di sana aku akan dihadapkan dengan pertanyaan.

Sungguh, semua itu benar adanya. Tak ada alasan bagi ku untuk tidak percaya hal itu bakal terjadi, sebagaimana tak ada alasan bagi ku untuk mengingkari adanya Al Khaliq. Juga sebagaimana tak ada alasan bagi ku untuk memungkiri adanya getaran kegelisahan dalam bathinku tatkala aku melakukan perbuatan yang fitrahku mengenalnya sebagai dosa.

Hanya saja. Sanggupkah aku menghadapi itu? Saat di mana aku didudukkan di lubang yang gelap, kemudian datanglah kepadaku dua malaikat mengajukan pertanyaan: Siapa Rabb-mu, apa agamamu, dan siapa nabimu?

Sanggupkah aku menjawabnya?

Apa yang akan aku katakan, ketika ditanya tentang siapa Rabb-ku? Cukupkah kujawab: Rabb-ku adalah Allah Subhanahu Wa Ta'aala? Semudah itukah menghadapi fitnah kubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanamkan dalam jiwaku keyakinan akan adanya Engkau, tertanam pula keyakinan ,bahwa tidaklah segala sesuatu itu ada dan terjadi dengan sendirinya serta tanpa maksud dan tujuan.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: "Mustahil aku akan tersesat dan terjatuh ke dalam kekufuran."? Bolehkah terucap lewat lisanku: "Keberhasilan yang aku peroleh adalah semata-mata hasil prestasiku."? Bolehkah aku beranggapan : "Bahwa tanda keridhaan-Mu adalah dengan terjadinya apa yang terjadi atau berlakunya apa yang hendak aku lakukan."?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: "Alangkah kejamnya Engkau, membiarkan seorang bayi lahir dalam keadaan cacat. Alangkah tak adilnya Engkau, membiarkan pelaku maksiat sejahtera bermandikan kesenangan, sedangkan mereka yang taat dalam keadaan miskin berlumurkan kesengsaraan."

Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun, mengapa sering bathin ini protes manakala aku tertimpa musibah atau doaku tak kunjung terkabul?

Ya, Allah. Ternyata tak ada jalan untuk mengenal-Mu kecuali melalui diri-Mu. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam dalam batinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku segala yang bertentangan dengan kekuasaan-Mu, bertentangan dengan hak-Mu untuk diibadahi, serta bertentangan dengan kemuliaan nama-nama dan sifat-sifat-Mu. Maka, sudahkah aku mengenal segala kekuasan-Mu dan mengakui keesaan-Mu dalam hal mencipta, memiliki, dan mengatur alam semesta ini?

Kemudian, apa yang akan aku katakan ketika ditanya tentang apa agamaku? Cukupkah kujawab: Agamaku Islam? Semudah itukah menghadapi fitnah kubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanam di dalam jiwaku keyakinan akan kesempurnaan agama ini, tertanam pula keyakinan bahwa agama ini disampaikan kepada manusia agar mereka memperoleh kemudahan dan kebahagiaan hidup di dunia - sebelum di akhirat kelak tentunya-.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: "Agama ini tidak realistis, kurang membumi."? Bolehkah terucap lewat lisanku: "Zaman sekarang ini jangankan mencari yang halal, mencari yang haram saja susah."? Bolehkah aku beranggapan: "Semua agama itu baik."?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: "Alangkah enaknya menjadi orang-orang kafir di muka bumi ini, alangkah kunonya agama ini, dan alangkah sempit serta terbatasnya ruang ibadah yang tersedia di sana." Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun mengapa sering bathin ini protes manakala terasa dunia dan segala suguhannya tak memihak kepada ku? Mengapa bathin ini diam saja dan tak sedikitpun tergerak untuk membenci mereka yang menghujat agama ini?

Ya, Allah. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam di dalam bathinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku segala yang bertentangan dengan agama yang mulia ini. Bahkan boleh jadi aku tak mengenal agama ini sebagaimana ia diperkenalkan oleh pembawanya. Boleh jadi aku tak mengenal keseluruhan aturan yang ada di dalamnya. Dan boleh jadi aku telah terjatuh ke dalam perbuatan yang telah mengeluarkan aku darinya.

Kemudian, apa yang akan aku katakan ketika ditanya tentang siapa nabiku? Cukupkah kujawab: Nabiku Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam? Semudah itukah fitnah kubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanam keyakinan dalam bathinku tentang kemuliaan akhlaqnya, sifat amanahnya, dan kejujurannya, tertanam pula keyakinan bahwa dialah Shallallahu 'Alaihi Wasallam teladan terbaik bagi umat manusia.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: "Ada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'aala selain dari yang telah dicontohkan oleh beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam" ? Bolehkah terucap lewat lisanku: "Memelihara jenggot itu jorok, menjilat-jilati jari sehabis makan itu juga jorok, dan poligami itu jahat." ? Bolehkah aku beranggapan: "Mengikuti Sunnahnya itu tidak wajib."?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lupa menyampaikan ini dan itu. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sengaja menyembunyikan risalah, atau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengetahui apa yang baik bagi umatnya. Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun mengapa sering bathin ini protes dan merasa berat dengan apa yang telah ia tetapkan dan contohkan ? Mengapa akal dan hawa nafsu ini sering merasa lebih tahu -tentang baik dan buruk- ketimbang beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam?

Ya, Allah. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam di dalam bathinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku berbagai pengingkaran terhadap kenabian dan kerasulan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Boleh jadi itu bermula dari acuh tak acuhnya aku untuk mengenal nama-nama dan nasab beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan dari kurang minatnya aku membaca serta mempelajari riwayat hidupnya. Akhirnya butalah aku akan sunnah-sunnahnya dan tak mengertilah aku akan misi risalahnya. Dan jadilah aku orang yang hanya ikut-ikutan menyebut namanya tanpa memahami pertanggungjawabannya.

Sanggupkah aku menjawabnya ?

Sungguh, aku akan berhadapan dengan pertanyaan yang jawabnya tak cukup di lisan, tetapi dari dalam keyakinan dan dibuktikan oleh perbuatan. Bukan hasil dari menghafal, tetapi dari beramal.Tak ada yang sanggup menuntun aku untuk menjawabnya kelak kecuali Engkau, Ya Allah. Aku tahu itu dan aku yakin, sebagaimana telah Engkau janjikan:

"Allah Subhanahu Wa Ta'aala meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..." (QS.Ibrahim: 27)

Oleh Al Ustadz Abu Khaulah Zainal AbidinDinukil dari:http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com/5jendela-risalah/sanggupkah-aku-menjawabnya/

♥ Mengapa Hawa Tercipta Saat Adam Tertidur & Hawa Melahirkan Saat Dirinya Terbangun?

0 komentar


Dikatakan bahwa seorang laki-laki jika kesakitan, maka dia akan membenci, sebaliknya wanita, saat dia kesakitan, maka semakin bertambah sayang dan cintanya.

Seandainya Hawa diciptakan dari Adam ‘allaihisallam saat Adam terjaga, pastilah Adam akan merasakan sakit keluarnya Hawa dari sulbinya, hingga dia akan membenci Hawa. Akan tetapi Hawa diciptakan dari Adam saat dia tertidur, agar Adam tidak merasakan sakit, dan tidak membenci Hawa. Sementara seorang wanita akan melahirkan dalam keadaan terjaga, dia melihat kematian ada di hadapannya, akan tetapi semakin bertambah sayang dan cintanya kepada anak yang dilahirkannya, bahkan dia akan menebusnya dengan kehidupannya.

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala menciptakan Hawa dari tulang rusuk bengkok yang tugasnya adalah melindungi qalbu (jantung, hati nurani). Oleh karena itu, tugas Hawa adalah menjaga qalbu. Oleh karena itu, Hawa diciptakan dari tempat yang nantinya akan berinteraksi dengannya. Sementara Adam diciptakan dari tanah, karena dia akan berinteraksi dengan tanah, dia akan menjadi petani, tukang batu, tukang besi, dan tukang kayu.

Adapun seorang wanita, maka dia akan berinteraksi dengan perasaan, dengan hati; dia akan menjadi seorang ibu yang penuh kasih, seorang saudari yang penyayang, seorang putri yang manja, dan seorang istri yang penurut.

Kedokteran modern telah menetapkan bahwa seandainya bukan karena tulang rusuk tersebut pastilah pukulan yang paling ringan yang diberikan kepada jantung akan menyebabkannya rusak dan menuju kepada kematian. Maka Allah menciptakan tulang rusuk tersebut untuk menjaga qalbu. Kemudian Dia menjadikannya bengkok untuk melindungi qalbu dari sisi yang kedua. Oleh karena itu, wajib bagi Hawa untuk berbangga karena dia diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.

Dan wajib bagi Adam untuk tidak berusaha meluruskan tulang yang bengkok tersebut, dikarenakan dia, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, jika seorang laki-laki berusaha meluruskan yang bengkok tersebut dengan serta merta, maka dia akan mematahkannya.

Yang dimaksud dengan kebengkokan tersebut adalah perasaan yang ada pada diri seorang wanita yang mengalahkan perasaan seorang laki-laki.

Maka wahai Adam, janganlah merendahkan perasaan Hawa, dia memang diciptakan seperti itu; dia adalah separuh bagian dari masyarakat sosial yang membangun separuh yang lain. Sekalipun demikian, hampir seorang wanita shalihah bisa menjadi keseluruhan masyarakat sosial tersebut.

Majalah Qiblati Edisi 11 tahun V / Ramadhan 1431 H / Agustus 2010

♥ Setetes Risalah Langit untuk Wanita ♥

0 komentar
"..Lihatlah disana literatur-literatur bertumpuk membahas tentangmu
sebagai makhluk yang berbeda dengan kaum kami. Engkaulah topik yang menjadi inspirasi sekaligus menjadi kuncup-kuncup nan mempesona dalam menggerakkan pena dan tinta para penulis. wahai belahan jiwa kaum kami, pembicaraan tentangmu tidak akan pernah gersang atau pun usang seiring musim silih berganti.." [*]


****

Sepertinya anak kecil tadi[1] menunggu sang ayah keluar dari masjid. Ia berdiri pada jarak kurang dari 5 meter dari pintu masjid, dekat dengan tempat wudhu bagian depan. Umurnya mudah ditebak walaupun secara tak pasti. Setidaknya ia berada pada fase usia anak-anak Play Grup atau Taman Kanak-kanak. .

Ada yang mengagumkan, kawan.

Ingin kuberbicara dengan bidadari kecil ini. Kuucapkan salam. Dia pun memutarkan badannya agar bagian depan tubuh dan mukanya tak berhadapan denganku. Begitu sempurna pakaian yang membungkus dan membalut tubuhnya. Terpolesi pula dengan cadar untuk menutupi wajahnya.

Subhanallah.

Allahu akbar. .

Telah terurai rasa malu wanita-wanita yang memamerkan dan mempertontonkan kecantikannya di luar sana.

Telah tertimbun begitu dalam rasa malu wanita-wanita yang berjalan berlenggak-lenggok di jalan.

Telah tercabik rasa malu wanita-wanita yang berada di akhir zaman ini yang menandakan musim fitnah datang bertandang menggerogoti puing-puing keimanan anak adam.


Wahai saudariku muslimah.

Janganlah engkau mengikis keimanan kami dengan cara bertabarruj.

Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.”[2] 

Tahukah engkau tentang tabarruj itu?

Engkau menampakkan keelokan wajah dan titik-titik pesona tubuhmu di hadapan laki-laki non mahram [3]. Engkau menampakkan betis, lengan, kepala dan rambutmu. Engkau keluar rumah dengan dandanan memikat dan mengundang fitnah [4]. Engkau pampang foto-fotomu di dunia maya ini terlebih dengan senyuman menggoda.

Tak kah engkau sadar bahwa itu semua adalah praktek kemungkaran yang dahsyat menerjang dan melanggar syariat? Tak sadarkah bahwa itu semua menyebabkan murka, siksa dan amarah Allah? Siapkah engkau kedatangan hujan bencana di alam ini?

Saudariku muslimah. . .

Suburkanlah keimanan kami dengan menggantil foto profilmu di dunia maya ini. Jangan seret kami ke arah kemaksiatan yang berujung di neraka.

Mungkin engkau ingin dikatakan cantik sehingga engkaupun tersanjung. Baiklah. Kukatakan engkau itu cantik. Namun apakah perkataan ini merupakan mata air kebahagiaan yang menyirami bunga-bunga keimananmu? Tidak wahai saudariku karena penilaianku hanya fisik semata. Engkau akan cantik dan anggun dengan kemuliaan risalah langit yang kau rengkuh di jalan ilmu.

Saudariku muslimah. .

Hidayah itu amat mahal. Tak terjual di pasar dan jalanan. Pula, hidayah itu mudah beterbangan lalu terurai dan luntur bersama hembusan angin. Karenanya, bergabunglah dengan saudarimu yang shalihah. Mereka telah mendahuluimu dalam hal ilmu dan amal. Nikmati syahdunya hidayah bersama mereka.

Wahai saudariku yang shalihah dan telah mendahului sebagian yang lain dalam ilmu dan amal.
Doakanlah saudarimu agar bisa bergabung dalam kafilah wanita-wanita yang didamba surga. Mereka pun adalah perindu surga dan hendak menginginkan rengkuhanmu. Sertakan mereka dalam setiap sujud yang engkau rebahkan di hadapan Ar-Rahman. . . .

Sekian, Semoga bermanfaat. .
Dari saudara kalian,

Fachrian Cansa Akiera

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ila hailla anta astaghfiruka wa atubu ilaika. . .
_______
Footnote: 


[*]. Lihat tulisanku <<<Saatnya Engkau Tersanjung Bahagia Wahai Muslimah (Mengintip ‘Mawar-Mawar’ Padang Pasir_Part 1) >>> di http://www.facebook.com/note.php?note_id=432278464125

[1]. “Tadi” disini sehabis isya’ (Jum’at 11 Juni 2010) di masjid ‘Aisyah Mataram, Lombok.

[2]. QS. Al-Ahzab: 33

[3]. Poin ini adalah salah satu pengertian tabarruj yang di sebutkan al-Maududi dalam Tafsir Al-Hijab. Lihat keterangan ini dalam kitab Munazharah Mubhijjah Baina Muhajjabah wa Mutabarrijah (edisi terjemahan) oleh Syaikh Ibrahim bin Fathi bin Abd. Al-Muqtadir. Penerbit Amzah, hal. 12

[4]. Lihat penjelasan lengkap tentang hal ini dalam kitab Hiraasatu Al-Fadhilah oleh
Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid. .




 http://www.facebook.com/notes/karena-wanita-ingin-dimengerti/setetes-risalah-langit-untuk-wanita/202989296402938
 

♥ Home Sweet Home ♥ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal